2.1. PENGERTIAN
BANK SENTRAL DAN BANK INDONESIA
2.1.1. Pengertian Bank
Sentral
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung
jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di
negara tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya
harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang.
2.1.2. Pengertian Bank
Indonesia
Bank
Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang
memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Bank Indonesia dipimpin
oleh Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dewan ini terdiri
atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur
Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya
tujuh Deputi Gubernur. Gubernur Bank Indonesia saat ini ialah Darmin Nasution,
kelahiran 21 Desember 1948 di Tapanuli. Masa jabatan Beliau sebagai Gubernur
Bank Indonesia yaitu untuk tahun 2009 – 2014
yang berdasarkan Keputusan Presiden RI No.57/P Tahun 2009, tertanggal 17
Juli 2009 dan diambil dilantik pada tanggal 27 Juli 2009. Beliau mendapatkan
gelar Doktor Ekonomi dari Universitas Paris, Sorbonne, Perancis. Beberapa
pengalaman kerja Beliau diantaranya pernah menjabat sebagai Direktur Jendral
Lembaga Keuangan pada tahun 2000-2005, setelah itu menjabat sebagai Ketua
Bapepam dan Lembaga Keuangan sampai dengan tahun 2006, kemudian menjabat
sebagai Direktur Jendral Pajak.
A.
Kelembagaan
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulnyai sejak
berlaku Undang-undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan UU Pokok Bank
Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan tugasnya sebagai bank
sentral. Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan
Penasihat. Setelah sempat dilebur ke
dalam bank tunggal, pada masa awal Orde Baru, landasan Bank Indonesia berubah
melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu, Bank Indonesia
berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam
pembangunan dengan menjlankan kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah dengan
bantuan Dewan Moneter. Setelah Order Baru berlalu, Bank Indonesia dapat
mencapai independensinya melalui UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang
kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki
kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang
independen dan bebas dari campur tangan pemeritah dan/ pihak-pihak lain.
B.
Moneter
Setelah berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter
di Indonesia secara umum ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah
bertanggung jawab atasnya. Menginngat moneter adalah upaya perbaikan posisi
cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Mulai pertengahan tahun 1997
krisis ekonomi melanda Indonesia. Nilai , sistem pembayaran terancam macet dan
banyak utang yang tak terselesaikan. Perekonomian makin membaik seiring dengan
kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Pada tahun 1999 dengan
dikeluarkannya UUNo. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebgaimana telah diubah
dengan UU No.23/2004, dimana Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi
negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank Indonesia diwajibkan menetapkan target
inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian
moneter.
C.
Perbankan
Pada orde baru membawa perubahaan dalam bidang
perbankan dengan dikeluarkan UU No. 14/1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Bank
Indonesia dalam kurun waktu 1971-1972
melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional dengan sasaran
mengurangi jumlah bank swasta naasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan
sebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan
dan manajemen. Bank Indonesia menyediakn dana yang cukup besar melalui Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program Kredit
Investasi Kecil (KIK)/ Kredit Kerja Permanen (KMKP), Kredit Investasi (KI),
Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), Kredit Koperasi (Kakop), Kredit Profesi Guru
(KPG), dan sebagainya. Tahun 1983 Bank Indonesia memberikan kebebasan kepada
bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik kredit maupun tabungan dan
deposito. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien
dan tangun mengguh. Ketika krisis moneter melanda, tepatnya tanggal 1 November
1997, dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta. Oleh
karena itu, Bank Indonesia turun mengatasi keadaan dengan Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI)atas dasar kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
D.
Sistem
pembayaran
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua,
yaaitu sistem pembayaran tunai dan nontunai. Dalam UU No. 11/1953 dditetapkan
bahwa Bank Indonesia hanya mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam
pecahan dibawah lima rupiah. Berdasarkan UU No. 13/1968, Bank Indonesia
mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai
alat pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Dalam bidang pembayaran non
tunai, Bank Indonesia telah memulai langkahnya menetapkan diri sebagai kantor
perhitungan sentral menjelang akhir tahun 1954. Sebagai bank sentral, sejak
awal Bank Indonesia telah berupaya keras dalam pengawasan dan penyehatan sistem
pembayraan giral. Bank Indonesia mulai menggunakan sistem yang lebih efektif
dan cangih dalam penyelesaian transaksi nontunai. Bank Indonesia berhasil
menciptakaan berbagai perangkat sistem elektronik seperti Bank Indonesia LINE,
Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SIKJI), kliring warkat antar wilayah yang
mempermudah pelaksanaan pembayaraan nontunai di Indonesia.
2.2.TUJUAN DAN TUGAS BANK
INDONESIA
2.2.1.
Tujuan
Bank Indonesia
UU BI Pasal 7 secara tegas
menjelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang merupakan single
objective Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah
kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin dari
perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang
akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Bank Indonesia.
2.2.2.
Tugas
Bank Indonesia
Bank Indonesia didukung 3 pilar yang
merupakan 3 bidang utama tugas utama Bank Indonesia, yaitu menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
mengatur dan mengawasi bank.
Agar tujuan mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka
ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan.
2.2.3.
Tugas
Menetapkan Dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Pasal 10 UU BI menegaskan bahwa Bank
Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi serta
melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain:
1. Operasi
pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;
2. Penetapan
tingkat diskonto;
3. Penetapan
cadangan wajib minimum; dan
4. Pengaturan
kredit atau pembiayaan.
Cara-cara pengendalian moneter
tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah.Sasaran laju
inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan memerhatikan perkembangan dan
prospek ekonomi makro dan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara
langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter.
Peran
Bank Indonesia sebagai Leader of The Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan
efektivitas pengendalian moneter. Bank Indonesia juga mempunyai fungsi Leader of The Last Resort (Psl. 11) yang
memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang
dihadapi bank. Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek karena adanya mismatchyang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembayaran
berdasarkan prinsip syariah, risiko manajemen, atau risiko pasar.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
kredit atau pembiayaan yang dimaksud, maka pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dibatasi selama-lamanya 90 hari serta harus dijamin
dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Apabila
kredit dan pembayaran tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank
Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan agunan yang dikuasainya.
Kebijakan
Nilai Tukar
Pasal 12 UU Bank Indonesia menetapkan
bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar
yang ditetapkan oleh pemerintah. Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan
kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa:
1. Dalam
sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang
asing;
2. Dalam
sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar; atau
3. Dalam
nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian serta
lebar pita intervensi.
Kewenangan
dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam pasal 13 UU Bank Indonesia
dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Cadangan devisa
adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat
pada sisi aset Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kertas asing,
dan tagihan lain dalam valas kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan
sebagai alat pembayaran luar negeri.
Pengelolaan cadangan devisa oleh
Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual,
membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas, dan surat-surat berharga secara
tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Dalam melakukan pengelolaan
cadangan devisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 asas utama dengan
skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity)
dan keamanan (security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan
yang optimal (profitability).
Penyelenggaraan
Survei
Untuk melaksanakan kebijakan
moneter secara efektif dan efisien, diperlukan data/informasi ekonomi dan
keuangan secara tepat waktu dan akurat.Untuk memperoleh data/informasi
tersebut, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau
sewaktu-waktu yang dapat bersifat makro dan mikro.Pelaksanaan survei tersebut
data dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia.
2.2.4.
Tugas
Mengatur Dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran diatur dalam pasal 15 sampai dengan
pasal 23 UU Bank Indonesia. Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan
memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan
kegiatannya, serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.
Pengaturan dan Penyelenggaraan Kliring serta
Penyelesaian Akhir Transaksi
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem
kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi
sistem kliring domestik dan lintas negara (Psl. 16).
Penyelenggaraan kegiatan kliring
antarbank baik dalam rupiah maupun valas serta penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antarbank dilakukan oleh Bank Indonesia atas pihak lain yang
mendapat persetujuan dari Bank Indonesia (Psl. 17 joPsl. 18).
Mengeluarkan dan Mengedarkan Uang
Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah
(Psl. 20). Termasuk dalam kewenangan ini adalah mencabut, menarik, serta
memusnahkan uang serta menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan,
bahan yang digunakan, dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat
pembayaran yang sah (Psl. 19). Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang
rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama
(Psl. 23). Konsekuensi dari ketentuan ini maka Bank Indonesia harus memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk:
1. Melakukan
penukaran uang dalam pecahan yang sama dengan pecahan lainnya;
2. Melakukan
penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan; dan
3. Menukarkan
uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama
atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat
kerusakannya.
2.2.5.
Tugas
Mengatur Dan Mengawasi Bank
Pengaturan dan pengawasan bank merupakan
salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana ditentukan dalam pasal 8 UUD
Indonesia. Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan, dan mencabut izin
atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan
bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank (Psl. 24). Selain itu, Bank
Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat
prinsip kehati-hatian (Psl. 25). Berkaitan dengan kewenangan di bidang
perizinan, Bank Indonesia:
1. Memberikan
dan mencabut izin usaha bank;
2. Memberikan
izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank;
3. Memberikan
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank; dan
4. Memberikan
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. (Psl. 26)
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung (Psl. 27). Bank
Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan
penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia Psl.
28).
Bank Indonesia dapat menugasi phak lain
untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank (Psl.
30). Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara
sebagian atau seluruh kegiatan transaksi, apabila transaksi tersebut diduga
tindak pidana dalam perbankan (Psl. 31).
Pengalihan Tugas Pengawasan Bank
Dalam UU Bank Indonesia ditetapkan bahwa
tugas mengawasi bank akan dialihkan k epada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan independen yang dibentuk berdasarkan UU
selambat-lambatnya 31 Desember 2002 (Psl. 34). Tugas yang diahlikan kepada
lembaga ini tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan
dengan perizinan.
2.2.6.
Peranan
Bank Indonesia Dalam Pengendalian Inflasi
Hal yang perlu dipahami adalah
bahwa kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar
yang terjadi.Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara
umum.Faktor yang memengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan sisi penawaran.Dalam hal
ini Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk memengaruhi tekanan inflasi
yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi
penawaran (bencana alam, musim kemarau) berada di luar kendali Bank Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dan komitmen dari seluruh pelaku
ekonomi, baik pemerintah maupun swasta.
Selanjutnya nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di
pasar. Bank Indonesia hanya bisa menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu
berfluktuasi secara tajam.Oleh karena itu, Bank Indonesia selalu melakukan assessment terhadap perkembangan
perekonomian, khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi.Perlu disampaikan
bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan
moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan
fiskal dan kebijakan di sektor riil.
Strategi yang digunakan oleh Bank
Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah:
1. Mengaji
efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter Bank
Indonesia;
2. Menentukan
sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia;
3. Mengindetifikasi
variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi;
4. Memformulasikan
respons kebijakan moneter Bank Indonesia;
5. Dapat
ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen (IHK)
sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying
inflation) sebagai sasaran operasional.
Berdasarkan
pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti.
1. Inflasi
inti sebagai komponen inflasi yang cenderung “menetapkan” atau persisten (persistent component) di dalam setiap
pergerakan laju inflasi.
2. Inflasi
inti sebagai kecenderungan perubahan harga-harga secara umum (generalized component). Core inflation
pada beberapa literatur disebut juga dengan underlying
inflation. Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikan
oleh Bank Indonesia.
Di dalam operasionalnya, Bank Indonesia
tidak menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil kebijakan moneter,
namun menggunakan inflasi inti.Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran
operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan sinyal yang tepat dalam
memformulasikan kebijakan moneter.
Di samping itu, kebijakan tersebut dapat
juga menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai dengan
kapasitas perekonomian.Sebaliknya jika inflasi meningkat karena terjadinya
gangguan penurunan di sisi penawaran (kenaikan harga makanan karena musim
kering), Bank Indonesia harus melonggarkan likuiditas perekonomian untuk
menstimulasi peningkatan penawaran.
Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi
dapat dibedakan atas domestic pressure
(berasal dari dalam negeri) dan external pressure
(berasal dari luar negeri). Tekanan dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh
adanya gangguan dari sisi penawaran (terjadi musim kering yang mengakibatkan
gagal panen, terjadi bencana alam) dan permintaan (otoritas moneter menerapkan
kebijakan uang longgar Bank Indonesia) serta kebijakan yang diambil oleh
instansi lain di luar Bank Indonesia (kebijakan Bank Indonesia dalam
penghapusan subsidi pemerintah).
Bank Indonesia menetapkan IHK sebagai
targetnya. Ada beberapa alasan yang mendasari dipilihnya IHK sebagai target
bank sentral, baik dari sisi teoritis maupun dari sekepratisannya. Kelebihan
Bank Indonesia dengan digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan alat
ukur yang paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena
IHK mengukur indeks biaya hidup konsumen.
Sesuai UU No. 3 Tahun 2004, Bank
Indonesia mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia memiliki beberapa tugas pokok, yaitu:
1. Menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter;
2. Mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
3. Mengatur
dan mengawasi bank.
4. Terkait
pelaksanaan tugas pokok dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
Bank Indonesia memiliki kewenangan antar lain menetapkan dan menggunakan
instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada:
1. Operasi
pasar terbuka;
2. Penetapan
tingkat diskonto;
3. Penetapan
giro wajib minimum, dan
4.
Pengaturan kredit.
2.3. STRUKTUR ORGANISASI
BANK INDONESIA
Gambar
4.1. Struktur Bank Sentral Indonesia
2.4. ASPEK
INDEPENDENSI BANK INDONESIA
A. Lembaga
Negara yang Independen
Pencatuman
status indepen diperlunden dalam UU diperlukan untuk memberikan dasar hukum
yang kuat, menjamin kepastian hukum dan konsistensi status kelembagaan Bank
Indonesia. Dalam kaitannya dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga
independen, maka pasti patut dicermati lebih jauh adalah pemahaman tentang
aspek-aspek independen Bank Indonesia itu sendiri, yang pada hakikatnya menurut
esensi UU no 23 meliputi:
a. Yuridis
UU
Bank Indonesia merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank Indonesia
diman dalam UU Bank Indonesia dimuat berbagi elemen dari independensi Bank
Indonesia.
b. Personalia
Independensi
personalia dalam UU Bank Indonesia ditunjukkan dalam hall pengangkatan anggota
Dewan Gubernur oleh Presiden dengan Persetujuan DPR.
c. Institusi
Bank
Indonesia adalah lembaga negara yang
independen yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bebas dari campur
tangan pemerintah atau pihak-pihak lainnya.
d. Tujuan
Dalam
UU Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia difokuskan pada menjaga kestabilan
nilai rupiah yang tercemin pada laju inflasi yang rendah dan kestabilan nilai
tukar.
e. Tugas
Independensi
dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan pihak lain untuk melakukan
segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
f. Manajemen
Dewan
Gubernur yang sepenuhnya berwenang dalam menjalankan organisasi Bank Indonesia
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
g. Anggaran
Independensi
dalam anggaran terlihat dalam ketentuan Pasal 60 yang menyatakan bahwa anggaran
Bank Indonesia ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
h. Transparasi
Sebagai
konsekuensi dari independensi yang dimilikinya, maka dalam pelaksanaan tugasnya
Bank Indonesia dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab.
i.
Akuntabilitas
Bank
Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa mengenai
evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun sebelumnya dan rencana kebijakan
moneter tahun yang akan datang.
2.5.KRISIS MONETER DAN KRISIS KEPERCAYAAN
2.5.1.
Krisis moneter
Krisis
moneter adalah anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh
hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak besar terhadap suatu negara.
Indonesia selama perkembangannya telah mengalami beberapa fase pemerintahan.
Krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996 mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak mampu
menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali
dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada
tanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp
2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997, nilai tukar
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp 5,000.00 per dollar.
Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan mencapai
titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti: 1)Hutang luar
negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi.
Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar
pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi.
2.5.2.
Krisis kepercayaan
Krisis
multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah
dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum
dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan. Kronologi Peristiwa
Reformasi Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi dapat dipaparkan
sebagai berikut:
1. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J.
Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003.
Presiden Suharto membentuk dan melantik Kabinet Pembangunan VII.
2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah
mulai bergerak menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut
penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan
mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
3. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa
Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan
yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto,
Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan
mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut
mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar
demonstrasi secara besar-besaran.
4. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya
terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami
kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko dibakar dan isinya dijarah,
bahkan ratusan orang mati terbakar.
5. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya menduduki DPR dan MPR Pada saat yang
bersamaan, tidak kurang dari satu juta manusia berkumpul di alunalun utara
Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung, guna mendengarkan maklumat
dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
6. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan
MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto
mengundurkan diri.
7. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang
tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam
rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto.
8. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara,
Presiden Suharto meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan
beberapa anggota Mahkamah Agung.
Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian
Suharto menyerahkan
jabatannya
kepada Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga
B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA. Beberapa sebab
lahirnya gerakan reformasi adalah krisis moneter, ekonomi, politik, hukum,
sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap pemerintahan Presiden Suharto. Nilai
tukar rupiah terus merosot. Para investor banyak yang menarik investasinya.
Inflasi mencapai titik tertinggi dan pertumbuhan ekonomi mencapai titik
terendah selama pemerintahan Orde Baru. Kehidupan politik hanya kepentingan
para penguasa. Hukum dan lembaga peradilan tidak dapat menjalankan fungsi dan
perannya. Pengangguran dan kemiskinan terus meningkat. Nilai-nilai budaya
bangsa yang luhur tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara telah sampai pada titik yang
paling kritis. Oleh karena itu, krisis kehidupan masyarakat Indonesia sering
disebut sebagai krisis multidimensional. Demonstrasi bertambah gencar
dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
2.6.LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
2.6.1.
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
- Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
- Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya.
2.6.2. Tugas Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS)
- Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
- Melaksanakan penjaminan simpanan.
- Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
- Merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
berdampak sistemik.
Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
2.6.3. Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS)
- Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
- Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
- Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
- Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
- Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
- Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
- Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
- Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
- Menjatuhkan sanksi administratif.
No comments:
Post a Comment