Sunday, May 8, 2016

Manajemen Lintas Budaya - Negotiations and Global Partnership


Memulai dan membangun kemitraan global akan membahayakan perusahaan. Taruhannya sangat tinggi, baik itu bagi perusahaan dan negosiator. Masalah akan dimulai ketika negoisasi dilakukan oleh kedua belah pihak, karena setiap pihak pasti akan mencoba untuk mengambil keuntungan dari biaya-biaya lain, misalnya dengan harga yang lebih murah, distribusi yang royal, dan akses pasar. Apalagi jika kontrak telah ditandatangani, maka masalah akan bertambah. Bagaimana cara kita untuk mengatur kemitraan? Siapa yang bertanggung jawab? Bagaimana kita menumbuhkan kepercayaan antar partner?  Bagaimana kita menciptakan hubungan yang harmonis?
A. Manfaat Kemitraan Global
Pada kasus Hyundai Motor Company, perusahaan tersebut mengambil kesempatan dari partnershipnya untuk menciptakan mobil dengan teknologi yang lebih canggih untuk pasar global.
Ada 4 strategi yang digunakan Hyundai Motor Company, keempat strategi tersebut diantaranya :
1) Pertama, Hyundai membayar kompetitor Kia Motors untuk memperluas ruang lingkupnya dalam pasar global
2) Lalu, belajar dari partner Jermannya, Hyundai Motor Company fokus dalam memperbarui dan memperbaik kualitas produknya secara terus-menerus
3) Pada saat yang sama, Hyundai juga mendirikan studio desain dan pusat penelitian di US, Eropa, dan Jepang, dan menginvestasikan lebih dari 5 milyar USD dalam pengembangan model-model barunya.
 4) Akhirnya, Hyundai membuka fasilitas produksi barunya di luar negeri, dengan target produksi sebanyak 5 juta buah mobil.
Sebagai hasil dari upayanya ini, menurut survey, Hyundai Motor Company mendapat penghargaan ‘the best quality cars sold in the world’. Sekarang, Hyundai Motor Company adalah perusahaan mobil terbesar ke-6 di dunia.
Kemitraan global membantu perusahaan-perusahaan untuk :
1) Meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan produknya
2) Memperoleh teknologi-teknologi baru
3) Mengambil keuntungan dari nilai tukar antar negara. Dengan ini, maka perusahaan dapat mengurangi biaya aktivitas bisnis di luar negeri.
4) Mengurangi biaya operasi , meningkatkan produktivitas dengan biaya tenaga kerja yang lebih rendah, dan pembatasan kebijakan tenaga kerja lebih sedikit
5) Lebih dekat dengan klien-klien baru. Contohnya, ketika perusahaan menerima kontrak untuk memberikan stock atau pelayanan untuk perusahaan lain,
6) Diversifikasi operasi dan pasar pada setiap wilayah-wilayah lain di dunia, sesuai dengan keinginan perusahaan.
B. Tantangan dalam Kemitraan Global
Banyak sekali kasus kegagalan pada perusahaan-perusahaan dalam menjalankan kemitraan global. Salah satu contoh nyata yang terjadi adalah pada perusahaan Jepang yang bekerjasama dengan perusahaan Spanyol. Para manajer asal Jepang ini sama sekali tidak memiliki persiapan yang matang dalam menghadapi kebudayaan orang Spanyol , khususnya dalam menjalankan bisnis. Di sisi lain, manajer Spanyol pun bingung dengan cara bekerja orang Jepang.
Masalah utama yang dihadapi keduanya adalah dalam bahasa. Beberapa orang Jepang ini dapat berbicara dalam Bahasa Spanyol, sedangkan tidak ada satupun dari pihak Spanyol yang bisa berbicara dalam Bahasa Jepang. Sehingga, pihak Jepang menjadi frustasi karena mereka tidak bisa mengekspresikan perasaannya dalam Bahasa Inggris, sedangkan pihak Spanyol frustasi dengan pihak Jepang yang memiliki prinsip ‘bisnis setiap saat’.
Orang-orang Jepang ini pun kurang menghargai budaya Spanyol yang memiliki budaya makan dengan waktu yang terlalu lama sehingga mengurangi waktu untuk bekerja. Masalah juga timbul ketika masing-masing negara memiliki cara berbeda dalam membuat keputusan. Pihak Jepang membuat keputusan dengan waktu yang singkat, sedangkan partnernya, pihak Spanyol, memakan waktu yang cukup lama dalam pengambilan keputusan karena pembuat keputusan ditentukan oleh para manajer seniornya yang terlalu kritis. Hal ini menyebabkan pihak Jepang tidak sabar dalam menunggu hasil keputusan.
Kasus lain terjadi pada kemitraan orang Amerika dengan orang Swedia. Para manajer asal Amerika ini membuat jadwal rapat pada bulan Agustus, dimana bulan tersebut merupakan waktu liburan untuk orang-orang Spanyol. Manajer Spanyol mengatakan bahwa mereka lebih senang bekerjasama dengan perusahaan asal Eropa karena orang-orang Eropa cenderung lebih cepat beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru.
Manajer eksekutif Swedia mengatakan, “Saya menyimpulkan, Amerika lebih bisa melakukan pendekatan dalam banyak hal. Mereka mencoba untuk mengatasi masalah yang muncul. Sedangkan orang Swedia lebih lambat pada tahap awal. Mereka hanya duduk dan memikirkan masalah-masalah, dan begitu mereka cukup yakin bisa mengatasinya, kemudian mereka akan segera mulai beraksi”


C. Negotiation Patterns Across Cultures

Untuk menelaah pola-pola budaya negosiasi di berbagai negara, studi dilakukan terhadap manajer dari tiga negara: Jepang, Brazil, dan US. Dalam studi tersebut, para manajer dari ketiga negara tersebut ditempatkan dalam sebuah sesi negosiasi selama 20 menit dan peneliti menghitung berapa banyak dari masing-masing manajer menggunakan strategi verbal maupun non-verbal dari taktik bernegosiasinya.
Di bawah ini, merupakan hasil dari pengkajian yang dilakukan terhadap manajer-manajer dari ketiga negara tersebut. Meliputi seberapa sering manajer yang satu menyanggah manajer yang lain dan apa hubungan hal tersebut dalam hal pengaruh perbedaan budaya saat bernegosiasi.

1)      Pola Negosiasi di Jepang

Pekerja di Jepang berpegangan pada shinyo. Shinyo merupakan faktor kunci yang mereka terapkan dalam menentukan apakah harus atau tidak harus berhubungan bisnis dengan orang tertentu. Shinyo merujuk pada kesamaan kepercayaan diri, rasa saling percaya, dan penghargaan yang harus dimiliki kedua belah pihak atau masing-masing agar sebuah hubungan bisnis dapat berhasil. Konsep ini mungkin terdengar mudah namun dalam pelaksanaannya banyak pihak asing di luar Jepang yang merasa kesulitan untuk mengimplementasikannya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kepercayaan yang kuat dari orang Barat terhadap kekuatan dari perjanjian legal melebihi kepentingan pribadi.  

2)      Pola Negosiasi di US

John Graham dan Yoshihiro Sano dalam bukunya Smart Bargaining, menggambarkan tipikal negosiator Amerika sebagai orang yang kepercayaan diri dan independensinya sangat tinggi. Negosiator Amerika dideskripsikan sebagai orang yang lebih memilih mengerjakan semuanya sendiri tanpa bantuan orang lain, tidak peduli terhadap pandangan buruk orang terhadap dirinya, efisien dan tidak suka membuang-buang waktu, dan dikenal tidak mau berbicara bahasa lain kecuali bahasanya sendiri; bahasa Inggris. Memang tidak semua negosiator Amerika bersikap seperti itu namun mayoritas mempunyai perilaku yang demikian karena budaya yang sudah melekat di negaranya.

3)      Pola Negosiasi di Brazil

Setelah diteliti, budaya Brazil paling berbeda jauh dengan pola negosiasi yang ditunjukkan para manajer asal Jepang. Banyak perusahaan multinasional yang melakukan bisnis di Brazil, oleh karena itu penting sekali memahami bagaimana bernegosiasi dengan orang Brazil bagi para manajer global. Dengan kata lain, negosiator internasional yang berhadapan dengan orang Brazil akan lebih mungkin untuk berhasil bila mereka mengetahui sebagian kecil dari negara Brazil sendiri, budayanya, caranya dalam melakukan bisnis, dan gaya bernegosiasinya.
            Selama bernegosiasi, para manajer dari Brazil terlihat sangat intens berinteraksi dengan lawan bicaranya atau bakal calon partnernya. Mereka cenderung percaya bahwa di luar apapun yang terjadi selama dan setelah negosiasi, menambah teman dan menikmati hidup merupakan hal yang penting. Sikap semacam ini membawa mereka untuk lebih senang menghindari konflik dan berusaha sebisa mungkin menyenangkan pihak lain. Hal itu berakibat pada kecenderungan mereka untuk mengunakan bahasa tidak langsung, menyembunyikan informasi yang tidak menyenangkan, membuat janji-janji palsu, dan kadang mempermanis sesuatu yang jauh dari kenyataan sebenarnya.

4)      Hasil garis besar dari strategi negosiasi di Jepang, Brazil, dan US

1)      Jepang
1.      Lebih mementingkan keuntungan jangka panjang dna biasnaya mengesampingkan kepentingan pribadi
2.      Enggan mengambil resiko
3.      Gaya berkomunikasinua dengan berbicara tidak langsung dan sering menggunakan bahasa teknis
4.      Mengesampingkan sensitivitas emosional
5.      Membuat keputusan berdasarkan perhitungan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan didapat, terlebih untuk jangka yang panjang
6.      Bagaimanapun keadaannya, tidak boleh mempermalukan pihak lain dalam bernegosiasi
7.      Menghindari konflik yang serius, oleh karena itu menghindari perdebatan
2)      Brazil
1.      Dalam bernegosiasi, yang terpenting hasilnya saling menguntungkan
2.      Menghindari resiko
3.      Dalam berkomunikasi kadang penyampaiannya emosional, malah sering berlebihan
4.      Menghargai sensitivitas emosional
5.      Melihat aspek emosional pribadi dan pertimbangan keluarga dalam membuat sebuah keputusan
6.      Sebisa mungkin tidak mempermalukan pihak lain dalam bernegosiasi
7.      Menghindari konflik yang serius, oleh karena itu menghindari perdebatan

3)      US
1.      Lebih mementingkan keuntungan jangka pendek, seringkali bersamaan dengan kepentingan pribadi untuk negosiator
2.      Berani mengambil resiko
3.      Berbicara langsung ke intinya, straightforward, kadang berlebihan
4.      Menghindari bersikap emosional, oleh karena itu para negosiator kadang menghindari hubungan yang terlalu dekat dengan pihak lain
5.      Membuat keputusan berdasarkan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh, terutama untuk jangka yang pendek
6.      Beranggapan bahwa mempermalukan pihak lawan kadang dapat membawa keuntungan dalam bernegosiasi
7.      Kadang berdebat, terlebih saat merasa dirinya terancam sebagai bentuk dari perlawanan

D. Building Global Partnerships

1)      Kriteria untuk memilih partner global
Terdapat lima faktor dalam memilih partner global, yaitu:
1.      Solid compatibility of strategic goals and tactics
2.      Complementary value-creating resources
3.      Complementary corporate cultures
4.      Strong commitment to the partnership
5.      Strong philosophical and operational compatibility
2)      Mempersiapkan negosiator global
Terdapat lima pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      Mulai dengan memikirkan hasil jangka panjang dari perjanjian yang telah disepakati
2.      Membantu pihak lain untuk mempersiapkan negosiator globalnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa bila salah satu pihak tidak bisa memenuhi janjinya, kedua belah pihak akan sama-sama gagal
3.      Penting sekali mendapatkan persetujuan dari semua pihak karena jika tidak akan menjadi masalah di kemudian hari
4.      Sampaikan pesan dengan jelas. Menyampaikan informasi secara setengah-setengah atau menyembunyikan sebagian mungkin memang dapat membawa keuntungan, tapi akan bermasalah pada implementasinya nanti jika ada pihak yang merasa tertipu
5.      Me-manage hasil negosiasi sebagai proses berbisnis. Menandatangani kontrak hanya merupakan langkah awal, sementara implementasinya membutuhkan persiapan yang hati-hati dan evaluasi pasca negosiasi.

3)      Mengatur proses negosiasi
Negosiator global yang sukses adalah mereka yang mampu merasa nyaman dengan iklim budaya yang berbeda-beda dan mampu membangun dan menjaga hubungan pribadi dengan orang lain.
            Banyak kemampuan yang dibutuhkan dari seorang negosiator global. Salah satunya yang paling kontroversial adalah kemampuan berbahasa asing. Lebih spesifiknya, seberapa pentingkah untuk memiliki kemampuan dwibahasa atau lebih? Juga ketika bernegosiasi dengan orang asing, bahasa apa yang sebaiknya digunakan?
            Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah bahasa Inggris saja sudah cukup untuk mengakomodir semua kepentingan berbahasa bagi semua negara. Merupakan sebuah hal yang kontras jika melihat dari masih banyaknya orang yang mempelajari bahasa lain selain bahasa Inggris.
Untuk mengatasi masalah tersebut, para ahli memaparkan beberapa strategi untuk membuat sebuah negosiasi dapat berhasil, yaitu sebagai berikut:
1.      Lebih berkonsentrasi pada membangun hubungan jangka panjang dengan pihak lain daripada kontrak jangka pendek
2.      Fokus pada memahami ketertarikan organisasi dan pribadi dan tujuan di balik penawaran-penawaran yang telah dipaparkan
3.      Menghindari stereotip dan generalisasi budaya. Dua orang bisa berasal dari negara dan budaya yang sama, namun sebagai individu mereka mempunyai karakternya masing-masing
4.      Lebih sensitif terhadap durasi. Beberapa orang lebih mengedepankan sikap bersabar dalam membuat sebuah perjanjian sementara yang lain menuntut keputusan yang cepat atau mereka akan beralih ke pihak yang lain
5.      Bersikap fleksibel dalam negosiasi. Dengan pertimbangan bahwa keadaan, informasi, dan kesempatan dapat berubah sewaktu-waktu
6.      Melakukan perencanaan apapun dengan matang dan hati-hati
7.      Belajar untuk mendengarkan, tidak hanya bicara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami konten dan konteks dari sebuah pesan yang ingin disampaikan pihak lain

E. Managing Global Partnerships

Dalam sebuah kerja sama, terdapat beberapa poin dari mekanisme kontrol yang biasa digunakan untuk memastikan pemenuhan dari apa yang telah disepakati, yaitu:
1)      Kebijakan dan prosedur yang jelas dari kesepakatan tertulis
2)      Ketentuan kontrak dan persyaratan dari kedua belah pihak
3)      Perjanjian di muka pada personil kunci yang akan terlibat dalam perjanjian kerja sama
4)      Prediksi ke depan dari perusahaan atau dewan direktur dari anak perusahaan
5)      Kontrol anggaran dan penggunaan prosedur dan prinsip-prinsip akuntansi yang telah disepakati
6)      Mengembangkan hubungan interpersonal yang jujur dan terbuka dari para pemain kunci dalam negosiasi
7)      Kebijakan yang jelas mengenai alokasi dan utilisasi sumber daya dengan pemantauan berkelanjutan dari kedua belah pihak

KESIMPULAN

            Menciptakan kerjasama global bukanlah yang mudah. Masalahnya tidak hanya terletak pada proses partnering, namun juga dalam membuat kerja sama tersebut sukses untuk jangka panjang. Dalam mewujudkan hal itu, ada empat tantangan yang harus dihadapi manajer global yaitu:
1)      Rethinking negotiation and partnerships
Permasalahan utamanya adalah motif dari kedua belah pihak dalam mengejar hasil kerja sama. Ada pula kemungkinan bahwa terdapat motif lain dan tujuan yang terlibat di dalam proses namun gagal dikomunikasikan atau tidak terbaca


2)      Bulding mutual trust
Kepercayaan dalam kerja sama global sangat diperlukan. Telah terbukti bahwa jika kedua belah pihak tidak saling percaya maka akan sulit mencapai kesuksesan jangka panjang.
3)      Aligning corporate cultures
Tantangan yang paling sering dihadapi dalam menciptakan kerjasama global adalah upaya untuk menyatukan dua atau lebih organisasi dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
4)      Managing conflicts between partners
Ahli manajemen konflik Nike Carstarphen mengemukakan beberapa hal yang harus dilakukan dalam menghadapi konflik, yaitu:
1.      Mempersiapkan masing-masing orang membina sebuah sikap yang positif dan terbuka lewat berdialog, fokus pada persamaan, bukan perbedaan.
2.      Mempersiapkan proses artinya secara penuh melakukan penilaian terhadap sebuah situasi, mengidentifikasi pihak-pihak yang harus hadir, dan intervensi yang tepat untuk menyelesaikan konflik.
3.      Menelisik masa lalu dan masa sekarang, akar permasalahan dari konflik, dan dinamika terkini untuk membantu mengatasi asumsi-asumsi yang berhubungan dengan budaya.
4.      Meminta masing-masing individu untuk memikirkan masa depan bersama,. Dengan demikian, kreativitas dan imajinasi dapat membantu untuk mencari solusi dalam menyelesaikan konflik.
5.      Memecahkan masalah tidak hanya soal membayangkan kemungkinan-kemungkinan tapi juga soal pengambilan tindakan. Maksudnya semua pihak harus mengidentifikasi aksi yang konkrit untuk meredakan konflik dan mengambil tindakan nyata, mengevaluasi keefektivan dari tindakan tersebut.
6.      Berkonflik merupakan usaha yang memakan energi. Maka dari itu penting sekali untuk sejenak berhenti, untuk introspeksi dan memperoleh energi lagi sebelum proses dapat berlanjut.
7.      Jangan melupakan hubungan yang telah terbangun sebelum konflik terjadi.


No comments:

Post a Comment